Catatan:
Muhammad Syukri
Kondisi ini disebut Senye
dalam terminologi waktu di Gayo
|
Suatu sore 35 tahun lalu, di depan kedai kopi Al Hilal Jalan
Puteri Ijo Takengon, seorang lelaki paruh baya menyapa seorang bule dengan
bahasa Gayo. Si bule itu membalas sapaan lelaki paruh baya itu dengan bahasa
Gayo yang cukup fasih. Bule yang kemudian saya ketahui bernama John R Bowen melanjutkan perbincangan
dengan lelaki paruh baya bernama Saleh
Askut.
Saya, dan anak-anak lainnya mengerumuni dua orang berbeda bangsa
tersebut. Di era itu, sangat jarang orang kulit putih berambut pirang yang
berkunjung ke Takengon. Kalaupun ada satu dua orang yang berkunjung ke
Takengon, mereka akan kesulitan berkomunikasi dengan warga dan para pedagang.
Waktu itu, hanya beberapa orang di Takengon yang dapat berbahasa
Inggris dengan baik. Sosok-sosok itulah yang biasanya menjadi pemandu para bule
itu. Selebihnya, bule tersebut lebih banyak menggunakan bahasa isyarat,
termasuk dengan pedagang dan anak-anak yang selalu mengerubuti mereka.
Sore itu, saya sedikit heran, barangkali juga anak-anak lain
yang sedang mengerubuti John R Bowen. Pasalnya, bahasa yang digunakan bule ini,
semuanya dapat saya pahami. Ternyata, bule itu sedang melakukan riset, bahkan
menetap di Isaq, ibukota Kecamatan Linge. Dia sedang berbicara menggunakan
bahasa Gayo dengan lelaki paruh baya itu.
Setahu saya waktu itu, belum ada bule yang dapat berbahasa Gayo
dengan lancar dan fasih. Hebatnya lagi, dalam perbincangan itu John R Bowen
menggunakan terminologi (istilah) yang jarang digunakan oleh suku Gayo sendiri.
Hal itu membuktikan bahwa lelaki asal Amerika Serikat tersebut benar-benar
menggali semua kata-kata kuno dalam bahasa Gayo.
Perbincangan yang paling saya ingat waktu itu dan membuat
penasaran, ketika Saleh Askut menanyakan kepada John R Bowen: “Selo sawah ari
Isaq? (kapan tiba dari Isaq?).” Kemudian John R Bowen menjawab: “Mugeleng
matani lo male mayo ku ruhul, bang.”
Sampai hari ini, saya jarang mendengar perbincangan dua atau
sekelompok orang di Dataran Tinggi Gayo yang menggunakan terminologi seperti
diucapkan oleh John R Bowen itu. Padahal, yang dimaksud John R Bowen dengan
terminologi “mugeleng matani lo male mayo ku ruhul” itu adalah penunjuk waktu.
Dia ingin mengatakan bahwa tiba di Takengon saat terik matahari yang amat
menyengat, sekitar pukul 12.30 WIB.
Sekarang, coba perhatikan perbincangan bahasa Gayo di sekitar
kita, masih adakah yang menggunakan terminologi klasik dari perbendaharaan bahasa
Gayo? Tentu saja masih ada, terutama generasi tua yang tetap konsisten
menggunakan terminologi semacam itu. Sebaliknya, perbincangan generasi muda
dalam bahasa Gayo, umumnya sudah bercampur dengan berbagai terminologi dari
bahasa lain.
Perbincangan itu memang dimengerti oleh si pembicara atau
pendengar. Tetapi, sungguh disayangkan apabila terminologi klasik dalam bahasa
Gayo ditinggalkan oleh si pemilik bahasa itu. Dikhawatirkan, lama-kelamaan
terminologi klasik itu makin terlupakan dan hilang dari perbendaharaan kata
bahasa Gayo.
Oleh karena itu, melalui tulisan sederhana ini, saya ingin
mengingatkan kembali tentang terminologi waktu sebagaimana ditulis AR Hakim Aman Pinan dalam buku Pesona Tanoh Gayo (2003).
1.
Tekurik, sekitar pukul 02.00 WIB [Masih jarang-jarang
ayam jantan berkokok, namun masih terdengar satu dua ayam berkokok];
2.
Tekurik
pemulo, sekitar pukul 03.00
WIB [Ayam berkokok mulai bertambah];
3.
Tekurik
rami, sekitar pukul 03.30
WIB [Ayam berkokok sudah ramai, saling bersahutan dari berbagai penjuru];
4.
Tekurik
pemarin, 03.45 WIB [Ayam-ayam
sudah mulai berhenti berkokok, namun masih ada satu-satu yang berkokok sampai
pagi];
5.
Fejer, sekitar pukul 04.30 WIB [Gambaran fajar
mulai kelihatan];
6.
Pestak
fejer, sekitar pukul 05.00
WIB [Fajar diufuk Timur mulai kelihatan jelas];
7.
Soboh, sekitar pukul 05.30 WIB [Menjelang pagi,
waktu shalat subuh];
8.
Eber-eber, sekitar pukul 06.00 WIB [Cahaya mulai
terang, burung-burung pun berkicau];
9.
Kekabur, sekitar pukul 06.15 WIB [Cahaya tambah
terang];
10. Biner matani lo, sekitar pukul 06.30 WIB [Langit di ufuk
Timur kelihatan merah];
11. Mencer matani lo, sekitar pukul 07.00 WIB [Matahari mulai naik
di ufuk Timur];
12. Pener matani lo, sekitar pukul 08.30 WIB [Kesempatan berjemur
untuk menghangatkan badan];
13. Nik matani lo, antara pukul 09.00-10.00 WIB [Matahari terus
naik];
14. Atas lo, antara pukul 10.00-11.00 WIB [Panas sudah mulai menyengat];
15. Atas lo timang, sekitar pukul 12.00 WIB [Terik matahari yang
amat menyengat];
16. Mugeleng matani lo male mayo ku ruhul, sekitar pukul 12.30 WIB [Terik matahari yang
amat menyengat];
17. Ruhul, sekitar pukul 13.00 WIB [Klimak terik matahari, shalat
dhuhur];
18. Matani lo dabuh ku ilupen, antara pukul 13.30-15.00 WIB [Panas mulai
menurun];
19. Ashar, sekitar pukul 16.00 WIB [Mengarah ke sore, shalat ashar];
20. Mugegir matani lo, sekitar pukul 17.00 WIB [Matahari mulai
tergelincir];
21. Matani lo dabuh male metuh, sekitar pukul 17.30 WIB [Matahari mengarah
terbenam];
22. Iyo lo, sekitar pukul 18.00 WIB [Panas terus menurun, warna daun kayu
mulai berubah];
23. Senye, sekitar pukul 18.15 WIB [Masih ada gambaran terang, tetapi
semua kurang jelas terlihat];
24. Metuh matani lo, sekitar pukul 18.30 WIB [Terbenamnya
matahari];
25. Kekawat ulu, sekitar pukul 18.45 WIB [Terus mengarah ke
situasi gelap];
26. Megerip, sekitar pukul 19.00 WIB [Bertambah gelap, shalat magrib];
27. Esa, sekitar pukul 20.00 WIB [Keadaan sudah gelap, shalat Isya];
28. Kelam, sekitar pukul 21.00 WIB [Suhu makin dingin, keadaan gelap];
29. Relem lo, sekitar pukul 22.00 WIB [Suhu makin dingin, keadaan gelap];
30. Tengah melem, sekitar pukul 24.00 WIB [Suhu amat dingin];
31. Tengah melem bute, antara pukul 00.00-01.00 WIB [Pertukaran
waktu].
Mudah-mudahan dengan ulasan singkat ini akan memicu para pembaca
untuk menghimpun terminologi klasik lainnya dalam bahasa Gayo. Dengan harapan,
terminologi itu nantinya akan digunakan dalam bahasa lisan maupun tulisan
sehingga bahasa Gayo akan mampu bertahan ditengah perubahan zaman yang
sedemikian cepat. Wallahualam bis sawab…
Sumber :
http://lintasgayo.co/2015/05/23/mengenal-terminologi-waktu-dalam-bahasa-gayo
0 komentar:
Posting Komentar