Foto seusai peperangan di Kute Reh Linge, menurut ahli sejarah Belanda diperkirakan sekitar 4.000 orang Gayo tewas. |
Trio wartawan senior asal Aceh, HM Iwan Gayo, LK. Ara dan Oedin dela Rosa, pada tanggal 13 April 2015, telah sepakat dan menandatangani MOU (Memory of Understanding) untuk bekerjasama secara sukarela meneliti menelusuri, dan merekonstruksi sejarah Perang Aceh episode Pembantaian Etnis Gayo dan Alas di Dataran Tinggi Tanah Gayo (Aceh Tengah) yang dilakukan oleh prajurit-prajurit kejam dari Detasemen Marsose pimpinan Kolonel Belanda CJT Van Daalen pada tahun 1904.
Perang yang berat sebelah dan dilakukan secara membabi buta dan penuh rekayasa genosida ini dilakukan oleh Belanda, semata-mata untuk dapat segera mengakhiri dan menuntaskan Perang Aceh yang sangat panjang, melelahkan dan membangkrutkan keuangan Pemerintah Belanda itu. Pembantaian yang dilakukan oleh 10 brigade Marsose (maréchaussée), itu berlangsung sangat singkat, hanya 165 hari (8 Februari 1904 – 23 Juli 1904). Ya, dalam waktu kurang dari setengah tahun itu, Overste Van Daalen telah membantai 4.061 rakyat Gayo dan Alas dengan perincian 2.902 pria tewas, dan 1.159 wanita serta anak-anak.
Akibatnya di Belanda sendiri muncul kritik pedas dari sejumlah anggota parlemen, pada tanggal 1907 sebuah artikel yang ditulis oleh seseorang dengan nama samaran Wekker (WA. van Oorschot) berjudul Hoe beschaafd Nederland in de twintigste eeuw vrede en orde schept op Atjeh (Bagaimana Beradabnya Belanda di Abad ke-20 dalam Menciptakan Perdamaian dan Ketertiban di Aceh) muncul di surat kabar De Avondpost terbitan Den Haag, yang mengungkap penyalahgunaan wewenang di Aceh.
GALANG DUKUNGAN PARLEMEN RI
Tahap awal program napak tilas berupa ekspedisi dan rekonstruksi yang akan dilakukan oleh trio wartawan asal Aceh, adalah menggalang dukungan dari anggota parlemen asal Aceh yang berjumlah 13 orang, selain itu diminta juga dukungan 4 orang anggota Senator (DPD). Sejauh ini Ketua Forum Bersama anggota DPR & DPD asal Aceh, Prof. Dr. Bachtiar Aly (Partai Nasdem) telah menyatakan dukungannya secara penuh dan memberi saran agar buku “PERANG GAY0-ALAS MELAWAN KOLONIALIS BELANDA” karangan MH Gayo, agar dapat dicetak ulang dengan ISBN/ISSN untuk disosialisasikan secara luas.
Menurut Prof. Bachtiar Aly, buku tersebut bukanlah sekedar torehan perjalanan panjang rakyat Gayo dan Alas, melainkan ia menjadi mozaik sejarah Indonesia masa lalu, kini, dan kontemporer. Tidak hanya mendukung secara moral, Profesor Bachtiar Aly bahkan membekali panitia kerja dengan sumbangan tunai 15 juta rupiah. Sedangkan Haji Firmandez, anggota DPR-RI dari Golkar kelahiran Gayo, menyumbang 20 juta rupiah. Dukungan serupa juga dinyatakan dengan penandatanganan naskah MOU oleh anggota DPD asal Aceh; Fachrul Razy Mi.P, Sudirman, dan Rafly. Beberapa anggota DPR dan DPD lainnya juga sudah menyatakan dukungannya dan siap untuk menandatangani naskah dukungan sebelum reses yad.
MAPPING 10 BENTENG DI DATARAN TINGGI TANAH GAYO
Kemudian mereka akan mengadakan mapping ke 7 Benteng di Gayo Lues yaitu 1. Benteng Pasir, 1. Benteng Pasir, 2.Benteng Gemuyang, 3. Benteng Durin, 4. Benteng Badak, 5. Benteng Rikit Gaib, 6. Benteng Penosan, 7. Benteng Tampeng, serta 3 Benteng di Tanah Alas, yaitu 8. Benteng Kute Reh, 9. Benteng Likat, dan. 10. Benteng Lengat Baru.
VAN DAALEN
Van Daalen |
Karena dianggap berhasil memadamkan perlawanan rakyat Gayo-Alas dari gunung pedalaman Aceh itu maka Pemerintahan Belanda langsung menunjuk Van Daalen sebagai Gubernur Aceh meskipun oleh Dewan Hindia,pembantaian yang dilakukan Van Daalen kepada pribumi, sangat tidak bijaksana dan sangat menjijikkan itu. Gotfried Coenraad Ernst van Daalen (lahir di Makassar, 23 Maret 1863 – meninggal di Den Haag, 22 Februari 1930 pada umur 66 tahun) adalah tokoh militer Belanda.
Van Daalen amat dikenal atas tindakannya di Aceh, ketika penduduk Tanah Gayo dan Alas banyak dibantai dan semasa menjabat sebagai gubernur militer di sana. Saat tindakannya banyak diketahui pers di Belanda, Van Daalen harus mengundurkan diri. Van Daalen adalah putera Gotfried Coenraad Ernst van Daalen Tua, seorang kapiten dalam Perang Aceh Kedua. Selulus HBS pada usia 16 tahun, ia meneruskan pendidikan ke Koninklijke Militaire Academie di Breda sebagai kadet kesatuan artileri di Hindia-Belanda. Pada bulan November 1884, ia pergi berdinas di Jawa dengan kesatuan artileri dengan pangkat Letda.
Sumber :
http://www.lintasgayo.com/53984/expedisi-dan-rekontruksi-genosida-belanda-di-tanah-gayo-1904.html
0 komentar:
Posting Komentar